OUT BOUND CERIA

Iniah kegiatan selepas ujian, merefresh otak.

Menjalin Keakraban

Dengan adanya hubungan antara Pendidik dengan anak didik yang akrab diharapkan adanya rasa keterikatan sehingga pembelajaran lebih efektif

Melatih Kerjasama

Dengan adanya game-game seru yang membutuhkan kesolitan tim, diharapkan bisa melatih kekompakkan serta kerja sama antar sesama anggota

Serunya berpetualang

aaaaaaaaaaaaaaaaaaw, berpetualang yang mengasyikkan

Asyiiiiiiik

Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa, asyiiiiiiiiiiiik

Jumat, 16 November 2012

Mereka Rindu Belai Kasih Kita


Tubuhnya gemuk, seringkali marah-marah. Tak pernah menyangka awalnya bahwa ummi abinya tertarbiyah, karena melihat sikapnya yang tak pernah terlihat disiplin, saya pikir anak ini lahir di keluarga (maaf jika saya sebut) biasa.
Bukan apa, sampai satu kali terbesit ragu, benarkah kedua orang tuanya siap memiliki anak, hingga ia terbiarkan seakan liar tanpa aturan.
Ust, dia merebut makanan aku…
Ust, Si Ini nangis di dorong dia…


***
Pagi tadi dia menangis. Seperti kebiasaannya saat menangis, meraung dan mengamuk. Padahal lima menit sebelumnya, saya asyik memandanginya menggerakkan tubuh untuk senam, berlenggak-lenggok menirukan gerakan bebek. Sampai terpingkal, dan di tegur orang karena terlalu asyik tertawa.
Namun, tentu saja setelahnya, saya harus mendiamkan dia yang menangis karena terjungkal di dorong temannya yang sebelumnya di dorong dia.
Mau marah, tapi selalu saja luluh. Melihat tubuhnya yang gempal, ingin sekali memanggilnya “ndut-ndut”. Seandainya hubungan kami bukan dalam posisi formal dunia pendidikan, tentu panggilan itu yang akan sering saya sebut.
Di siang hari, di berguling sepanjang aula, berbolak dan berbalik, berguling-guling, nampak ingin bergulung, menikmati dunianya sendiri. Satu hal lucu saat dia mendapatkan dua kotak kacang yang membuatnya menangis raung. Saat itu kelasnya mengadakan tukar kado, incaran dia adalah sebuah bey blade, padahal modalnya hanyalah sepasang kaos kaki. Itupun dengan ia dapatkan dari uang dua ribu rupiah miliknya, ditambah empat ribu rupiah meminta pada teman-temannya, serta tambahan korting dua ribu rupiah dari penjual kaos kaki. Tapi apanyana, dasar nasib dia hanya dapatkan dua kotak kacang.
Akhirnya dia menangis dan tak mau pulang, mengusak di lantai koridor, membuat saya harus mengangkatnya. Belum lagi bila ingat sikap joroknya dengan (maaf) mengambil kotoran hidung dan ditempelkannya di celana. Ya Allah, jika saja ingat itu, maka saya akan sangat segan mengangkatnya dan menempelkan diri padanya.
***
Selalu tertempeli label “anak nakal” menjadikannya bercerita bahwa dirinya adalah matahari yang panas dan menyengat, mengganggu dan menyiksa orang lain, dalam pertemuan konseling saya dengannya.
Sikapnya yang tidak peduli, tangan jahilnya, teriakannya, dorongannya, sikap joroknya, benar-benar tidak disiplin, pura-pura lupa. Ah, kalau saja sabar itu berbatas, tentu saya akan memilih berteriak “dasar anak nakal!”
Tapi seperti di awal saya katakan, hati saya selalu luluh, apalagi saat memandang matanya. Hati saya ingin mengatakan, “dia hanyalah korban kesibukan.” Namun, mungkin itulah kekalahan. Karena pendisiplinan tetap saja butuh ketegasan.
***
Bukankah seorang anak adalah anugerah? Berapa banyak pasangan yang ingin memiliki anak. Namun, banyak juga pasangan yang telah memilikinya tanpa sadar malah menyia-nyiakan keberadaannya. Tidak sedikit anak yang merasakan ketidaknyamanan karena memiliki ibu yang sangat sibuk bekerja dan ayah yang senin hingga Jum’at berangkat saat mereka belum bangun dan pulang saat mereka akan tidur, pun hari libur yang diisi oleh waktu istirahat orang tua, yang tentu saja membuat mereka tidak ke mana-mana.
Kita semua memahami bahwa pekerjaan dan kesibukan yang dipilih orang tua memang dilakukan untuk menunjang keamanan perekonomian keluarga. Paling mendasar agar anak-anak bisa sekolah. Pun sebenarnya bisa menjadi sebuah aktualisasi diri bagi seseorang yang masih terus berada dalam tahap perkembangan, ketika memiliki karir dan mengembangkan potensinya. Tapi, bukankah anak adalah amanah utama? Dan yang harus mengalah adalah mereka yang telah dewasa.
Kekecewaan saya kembali merebak ketika dalam pertemuan dengan orang tua dia, tersebut kata “trauma”. Ingin sekali saya katakan “halloooo… apakah dalam membahagiakan anak Anda, pantas terucap kata trauma?” tentu saja saya memilih tidak mengatakannya, karena saya masih menjunjung etika dan perasaan mereka sebagai orang tua.
Namun,  juga menjadi sebuah perih, saat para orang tua seakan menyerahkan mahar berupa uang SPP per bulannya dengan seakan menyebutkan ijab: “saya serahkan pendidikan anak saya dengan mahar SPP sekian ratus ribu rupiah, di bayar tuuunnnnaaaai…”
Ya, saya tahu mendidik anak itu berat… maka itulah surga berada di bawah telapak kaki ibu, dan seorang ayah pun di janjikan surga jika berhasil menjaga anak-anaknya. Namun anak tetaplah anak, tanggungjawab, yang akan menjadi bahan pertanyaan di akhirat. Yang jika saja mereka shalih, akan menjadi bekal untuk tiap kita memasuki surga milik Allah. Tidakkah kita tanamkan itu betul-betul?
Siapa pun, entah mereka yang biasa saja, apalagi yang telah menisbatkan diri menjadi seorang yang tertarbiyah, tak pernah salah sekali-kali membuka kembali buku mengenai orang tua atau pengasuhan anak, tak salah mencari hadits-hadits tentang bagaimana Rasulullah mendidik putra putrinya. Tak pernah salah meluangkan waktu untuk mereka yang seharusnya menjadi yang tercinta setelah Tuhan kita. Bisa jadi mereka adalah pintu surga, yang sekarang (mungkin) sedang tersia-sia.
***
Abi… Ummi… kami di sini, menunggu kasih sayangmu, menunggu waktu-waktu yang habis karena bersama denganmu, menunggu dibelai oleh mu saat akan tidur, diceritakan olehmu tentang dunia, walau mungkin hanya tentang duniamu atau dunia keluarga kecil kita. Abi Ummi aku anakmu, yang selalu rindu akan belai kasih sayagmu.



Kamis, 04 Oktober 2012

Sebut Dia " Anak Hebat "

sering dengar kalimat ini ?
“Anak saya ini nakal sekali”
“Kamu itu memang anak nakal”
"Kamu anak kurang ajar"

Kalimat itu sering kita dengarkan dalam kehidupan sehari-hari. Sangat sering kita mendengar orang tua menyebut anaknya dengan istilah nakal, padahal kadang maksudnya sekadar mengingatkan anak agar tidak nakal. Namun apabila anak secara terus menerus mendapatkan sebutan nakal, maka akan berpengaruh pada dirinya.

Predikat-predikat buruk memang cenderung memiliki dampak yang buruk pula. Nakal adalah predikat yang tak diinginkan oleh orang tua, bahkan oleh si anak sendiri. Namun, seringkali lingkungan telah memberikan predikat itu kepada si anak: kamu anak nakal, kamu anak kurang ajar, kamu anak susah diatur, dan sebagainya. Akibatnya, si anak merasa divonis.

Hindari Sebutan Nakal

Jika tuduhan nakal itu diberikan berulang-ulang oleh banyak orang, akan menjadikan anak yakin bahwa ia memang nakal. Bagaimanapun nakalnya si anak, pada mulanya tuduhan itu tidak menyenangkan bagi dirinya. Apalagi, jika sudah sampai menjadi bahan tertawaan, cemoohan, dan ejekan, akan sangat menggores relung hatinya yang paling dalam. Hatinya luka. Ia akan berusaha melawan tuduhan itu, namun justru dengan tindak kenakalannya yang lebih lanjut.

Hendaknya orang tua menyadari bahwa mengingatkan kesalahan anak tidak identik dengan memberikan predikat “nakal” kepadanya. Nakal itu —di telinga siapa pun yang masih waras— senantiasa berkesan negatif. Siapa tahu, anak menjadi nakal justru lantaran diberi predikat “nakal” oleh orang tua atau lingkungannya!

Mengingatkan kesalahan anak hendaknya dengan bijak dan kasih sayang. Bagaimanapun, mereka masih kecil. Sangat mungkin melaku­kan kesalahan karena ketidaktahuan, atau karena sebab-sebab yang lain. Namun, apa pun bentuk kenakalan anak, biasanya ada penyebab yang bisa dilacak sebagai sebuah bahan evaluasi diri bagi para pendidik dan orang tua.

Banyak kisah tentang anak-anak kecil yang cacat atau meninggal di tangan orang tuanya sendiri. Cara-cara kekerasan yang dipakai untuk menanggulangi kenakalan anak seringkali tidak tepat. Watak anak sebenarnya lemah dan bahkan lembut. Mereka tak suka pada kekerasan. Jika disuruh memilih antara punya bapak yang galak atau yang penyabar lagi penyayang, tentu mereka akan memilih tipe kedua. Artinya, hendaknya orang tua berpikiran “tua” dalam mendidik anak-anaknya, agar tidak salah dalam mengambil langkah.

Sekali lagi, jangan cepat memberi predikat negatif. Hal itu akan membawa dampak psikologis yang traumatik bagi anak. Belum tentu anak yang sulit diatur itu nakal, bisa jadi justru itulah tanda-tanda kecerdasan dan kelebihannya dibandingkan anak lain. Hanya saja, orang tua biasanya tidak sabar dengan kondisi ini.
Ungkapan bijak Dorothy Law Nolte dalam syair Children Learn What They Live berikut bisa dijadikan sebagai bahan perenungan,

Bila anak sering dikritik, ia belajar mengumpat
Bila anak sering dikasari, ia belajar berkelahi
Bila anak sering diejek, ia belajar menjadi pemalu
Bila anak sering dipermalukan, ia belajar merasa bersalah
Bila anak sering dimaklumi, ia belajar menjadi sabar
Bila anak sering disemangati, ia belajar menghargai
Bila anak mendapatkan haknya, ia belajar bertindak adil
Bila anak merasa aman, ia belajar percaya
Bila anak mendapat pengakuan, ia belajar menyukai dirinya
Bila anak diterima dan diakrabi, ia akan menemukan cinta.

Cara Pandang Positif

Hendaknya orang tua selalu memiliki cara pandang positif terhadap anak. Jika anak sulit diatur, maka ia berpikir bahwa anaknya kelebihan energi potensial yang belum tersalurkan. Maka orang tua berusaha untuk memberikan saluran bagi energi potensial anaknya yang melimpah ruah itu, dengan berbagai kegiatan yang positif. Selama ini anaknya belum mendapatkan alternatif kegiatan yang memadai untuk menyalurkan berbagai potensinya.

Dengan cara pandang positif seperti itu, orang tua tidak akan emosional dalam menghadapi ketidaktertiban anak. Orang tua akan cenderung introspeksi dalam dirinya, bukan sekadar menyalahkan anak dan memberikan klaim negatif seperti kata nakal. Orang tua akan lebih lembut dalam berinteraksi dengan anak-anak, dan berusaha untuk mencari jalan keluar terbaik. Bukan dengan kemarahan, bukan dengan kata-kata kasar, bukan dengan pemberian predikat nakal.

“Kamu anak baik dan shalih. Tolong lebih mendengar pesan ibu ya Nak”, ungkapan ini sangat indah dan positif.

“Bapak bangga punya anak kamu. Banyak potensi kamu miliki. Jangan ulangi lagi perbuatanmu ini ya Nak”, ungkap seorang bapak ketika ketahuan anaknya bolos sekolah.

Semoga kita mampu menjadi orang tua yang bijak dalam membimbing, mendidik dan mengarahkan tumbuh kembang anak-anak kita. Semoga Bermanfaat.

Selasa, 12 Juni 2012

ANTARA RUMPUT DAN CEMARA

Satu ketika, seseorang pernah di tanya tentang dua pilihan, ringan, tidak berat, namun sangat bermakna. “Seandainya hanya ada dua pilihan dalam hidup ini.,” begitu pertanyaan ini berawal, “…antara menjadi cemara dan rumput, mana yang akan kamu pilih..?” Saudaraku, sebelum melanjutkan membaca, coba renungkan dalam hati, lalu mantapkan, akan menjadi apa ketika Antum di berikan pertanyaan ini, beserta alasannya.
Nah, apa yang Antum pilih..? Silakan jawab sebelum melanjutkan, sebutkan beserta alasan yang Antum pikirkan. Terserah mau di keraskan, atau sekadar menjawab dalam hati. Silakan…
Apa yang Antum pilih..? Apapun yang Antum pilih, coba simak berikut ini.
Seandainya Antum memilih cemara, alasan apakah yang Antum kemukakan..? Karena cemara itu indah..? Agar setiap orang dapat merasakan keindahan alam saat melihat Antum..? Agar dapat terlihat dari jauh, dan menenteramkan hati setiap orang yang melihatnya..?
Saudaraku, apalah artinya kita sedap di pandang orang, menyejukkan di hati orang, namun hancur dan tumbang ketika badai menghadang..? Saudaraku, begitulah cemara. Ketinggiannya terkadang malah membunuh dirinya sendiri. Posisinya malah membahayakan dirinya sendiri. Memang ia menyejukkan, tetapi, bukankah kalau kita menyejukkan orang lain, tapi tidak menyejukkan dirinya sendiri, apalah maknanya..?
Meskipun begitu, apakah salah bagi seorang manusia berada di posisi tinggi? Sebenarnya, tidak. Tidak ada yang melarang seseorang berada di posisi atas. Tidak. Bahkan hakikat menyebutkan, kehidupan seseorang itu seperti roda. Terkadang posisi kita berada di atas, dan terkadang berada di bawah. Namun saudaraku, berada di posisi tinggi menjadi salah ketika kita melupakan bahwa ada yang di bawah. Berada di posisi tinggi menjadi salah ketika kita melupakan dulu kita pernah hanya sebuah batang lemah tak berdaya. Ianya menjadi salah ketika, kita melupakan siapa kita sebenarnya.
Menjadi tinggi, besar, dan indah tak akan berarti ketika di terpa badai, kita hancur berantakan. Patah. Lalu membutuhkan waktu yang lama untuk tumbuh kembali menjadi seindah sebelumnya. Ya, layaknya cemara. Memang indah, namun mudah patah. Mengapa tak mencoba menjadi rumput. Atau sekadar melihatnya saja. Merenunginya, juga mengambil banyak hikmah darinya.
Rumput berada di bawah, jauh dari pucuk tinggi si cemara. Rumput selalu terinjak. Seakan keberadaannya antara ada dan tiada. Coba, adakah yang menyesal telah menginjak rumput..? Tidak ada saya kira. Tapi kalau mematahkan cemara tetangga, minta maafnya bukan main.
Namun saudaraku, bukankah rumput yang kita injak pagi hari, sudah berdiri tegak malam nanti..? Begitu cepat ia bangkit. Dan, bukankah ketika badai, topan, puting beliung, rerumputan hanya ikut bergoyang menimbulkan harmoni keindahan dengan sang badai..? Rusak posisi mereka, namun dengan cepat kembali seperti sedia kala.
Bukankah orang yang ikhlas selalu malu untuk di kenal..? Merendah seperti si rumput, yang enggan mempertontonkan dirinya. Dia hanya tahu, hanya yakin, biarlah Allah yang membalas segala amalan, tak perlu ada orang lain yang melihat indahnya amalan. Bukankah seorang muslim adalah seorang yang harus bisa bangkit setelah jatuhnya..? Karena mereka memiliki Allah Yang Maha Besar untuk mengatasi setiap masalah. Seperti rumput seharusnya kita, tidak menganggap masalah itu sebagai sesuatu yang menghalangi jalan. Tetapi, cobalah menari bersamanya, dan tersenyumlah, lalu bisikkan dengan mesra padanya, “masalah, aku tak peduli seberapa pun besarnya dirimu, aku hanya tahu, ada Allah bersamaku…”.
Namun ternyata, terlalu banyak orang malu jadi rumput, sehingga memaksa diri menjadi cemara yang rapuh…
Lalu… mengapa malu menjadi rumput…?
Muslim sejati harus siap menjulang tinggi dengan segala konsekwensi yang ada , juga harus siap rendah dengan segala konsekwensinya. Dan yang pasti dimanapun posisi kita, peng-optimalan kemampuan adalah sebuah keharusan.

Senin, 04 Juni 2012

J O M B L O ?

Assalamu’alaikum Warohmatullah Wabarokatuh

Ehemm, sejujurnya saya bingung nih mau mulai dari mana kalo mau nulis tentang cinta. Soalnya, masalah cinta itu rumit dan ribet, nggak kalah sama permasalahan yang ada di Indonesia. #lebayy, hehe…
Kalo ngomongin remaja, nggak jauh deh dari yang namanya cinta. Mulai dari jatuh cinta, PDKT (singkatan dari PenDeKaTan), jadian, putus, jatuh cinta lagi, PDKT lagi, jadian lagi, putus lagi, dan begitu seterusnya. Ternyata bukan cuma makanan yang punya rantai, ternyata cinta juga lohh. Hehe…
Sampe akhirnya muncullah taglinenya si Pocooong (hantu bohongan yang eksis di Twitter) yang bilang kalo “Jomblo itu nasib, Single itu prinsip.” Nahh lohh?? Ko bisa si Pocoong ngomong kaya gitu?? Ohh, ternyata zaman sekarang ini, para jomblo atau remaja yang nggak pacaran itu dibilang nggak gaul dan nggak asyik. Wahh bahaya juga nihh, pantes aja si Pocooong ngotot bilang kalo dia bukan Jomblo, tapi Single. Ckckckck.
Beralih dari masalah Pocooong dan prinsipnya (baca: nasibnya), sebenarnya sejak kapan sih pacaran itu menjadi sebuah gaya hidup buat para remaja? Indonesia kan negara yang katanya punya penduduk muslim terbanyak nih, sebenarnya remaja di Indonesia itu tau nggak sih hukumnya pacaran dalam Islam? Mari kita bahas :)
Kalo ditanya sejak kapan pacaran menjadi gaya hidup, kayanya nggak ada yang tahu pasti kapan terjadinya. Tapi nggak bisa dipungkiri juga, fenomena ini bener-bener terjadi sekarang. Kenapa sih sampe bisa dibilang kalo pacaran cuma gaya hidup? Berdasarkan pengalaman penulis nihh, jawaban beberapa remaja ketika ditanya “ehh, kenapa sih lo pacaran?” jawabannya pasti nggak jauh dari:
Kalo nggak punya pacar, malu sama temen men.” (Giliran nggak pake jilbab aja nggak malu. Ckckck)
Lumayan bisa dianter jemput sama pacar, kan ngirit ongkos. hehe” (Pacaran aja sama tukang ojek mbak. :p)
Ada yang bayarin makan sama nonton” (Jawaban para manusia yang males nabung nih. Ckckck)
Ada tempat curhat” (Buku diary banyak di toko mbak)
Ada yang cemburuin kalo deket sama orang lain” (Ckckck, Allah itu lebih pencemburu lohh mbak)
Biar bisa lebih kenal si calon” (Sekalian aja kalo menjelang Pemilu, para calon dipacarin juga mbak, biar lebih kenal)
Dan masih banyak alasan lainnya, yang kalo dipikir-pikir alasannya Gaje banget (bahasa anak gaul yang artinya nggak jelas). Ohh iya, maaf kalo jawabannya diwakilkan jawaban para perempuan. Soalnya, penulis wawancaranya perempuan sih. Tapi berani jamin, jawaban para laki-laki juga nggak bakal jauh dari itu (hayoo, ngaku). Dari jawaban di atas, bisa dilihat kan kalo alasan-alasan remaja pacaran itu yahh emang sekadar cuma buat senang-senang dan gaya hidup.
Lanjut ke pertanyaan kedua, seperti kita tahu, Indonesia itu negara dengan penduduk muslim terbanyak. Walaupun Indonesia bukan negara Islam, tapi pasti pada tahu donk hukum-hukum di Islam? Termasuk hukum pacaran ini. Di dalam Islam, nggak ada tuh istilahnya pacaran. Pacaran itu adalah budaya barat yang diadopsi sama para remaja tanpa tahu ilmu dan asal-usulnya.
Jadi pacaran dalam Islam DILARANG donk? Yahh bisa dibilang begitu deh. Terus para remaja pada tau nggak tuh hukumnya?
Lagi-lagi berdasarkan pengalaman penulis, sebagian remaja itu ternyata pada nggak tahu hukum pacaran dalam Islam. Yang lebih parah, ada yang nggak mau tahu hukumnya. Mereka sengaja nggak mau cari tahu karena takut nanti nggak berani pacaran (aneh yahh?? ckckck). Dan ternyata ada lagi yang paling-paling parah, udah tahu hukumnya, tapi masih aja pacaran. Dengan alasan, kan pacarannya nggak melewati batas dan masih mengikuti rambu-rambu agama. Ckckckck
Sayang sekali, saya merasa belom pantes buat ngomongin orang yang udah tahu tapi masih aja pacaran. Lebih lanjutnya tentang hukum pacaran buat mas/mbak yang belom tahu hukum pacaran dalam Islam, mas/mbak yang nggak mau tahu hukum pacaran dalam Islam, dan mas/mbak yang udah tahu tapi masih pacaran, silakan baca bukunya Salim A. Fillah yang judulnya “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan”, buku ini recommended banget deh buat kalian-kalian :)
Nahh, terus gimana nasib buat para jomblo, uupps single maksudnya??
Wahh, mereka tentu aja beruntung, karena insya Allah cinta mereka terjaga cuma untuk Dia. Selain itu para single juga patut berbahagia karena waktunya 24 jam menjadi milik mereka secara merdeka, tanpa ada pacar yang nuntut ini itu. Keren nggak tuh?
Kalo biasanya para dater (istilah yang mulai saya pakai buat mempresentasikan orang yang pacaran) menghabiskan waktu mereka buat sms-an dan telpon-telponan sama pacar, para single bisa menghabiskan waktunya buat baca buku, ngaji atau diskusi masalah-masalah agama dan Indonesia. Kalo biasanya para dater uangnya abis buat nonton dan jajan bareng pacar, para single bisa nabung uangnya buat masa depan (asseeekk). Kalo biasanya para dater pulsanya abis karena sms-an sama pacar, para single bisa pake pulsa buat menyebarkan sms-sms tausiyah. Kalo biasanya para dater malem mingguannya pacaran, para single bisa malem mingguan bareng keluarga biar bisa lebih mengakrabkan diri. Itu sebagian kecil manfaat dan kelebihan para single. Eeiitts, jangan puas dulu, masih ada lagi niih.
Ini beberapa bukti kalo single itu lebih keren daripada dater. Kalo biasanya para dater galau karena nggak di-sms dan ditelpon pacar, para single pasti lagi galau sama masalah-masalah politik dunia dan tugas-tugas kampus. Kalo biasanya para dater bingung ngatur waktu buat ketemuan sama pacar, pasti para dater pasti lagi bingung ngatur waktu antara ibadah dan tugas-tugas. Kalo para dater biasanya bokek karena abis jalan-jalan sama pacar, para single pasti bokek karena uang jajannya abis disedekahin ke orang-orang kurang mampu. Kalo biasanya para dater nangis karena berantem sama pacar, para single pasti nangis karena inget dosa-dosa semasa hidup. Kalo para dater menghabiskan waktu buat pacaran, pasti para dater menghabiskan waktu buat baca buku dan ngaji. Tuhh kan, kurang keren apalagi coba para single?
So, teman-teman yang baik, kalo belum siap menerima konsekuensi di atas, serta belum siap buat menerima siksaan dari Allah (ihh serem), mendingan jatuhin aja pilihan kamu buat jadi single.
Karena rugi deh kalo waktu, harta dan jiwa kalian cuma buat si pacar. Mendingan juga buat Allah, yang udah jelas-jelas cinta sama kita dan nggak marah atau putusin kita kalo kita nggak traktir makan. Hehehe…
Oke deh, sekian dulu yahh tulisan ini, dan semoga bermanfaat ^^
Allahualam bisshawab.

Senin, 28 Mei 2012

Pengobatan Gratis Hilal Ahmar

Ahad, 27 Juli 2012
MITQ Al Manar mengadakan kegiatan yang bertajuk "Pengobatan Gratis bersama Hilal Ahmar Solo".
Alhamdulillah kegiatan ini disambut meriah oleh warga sekitar baik anak-anak, pemuda , Orang tua maupun Lansia. Kegiatan ini hasil kerjasama MITQ Al Manar bersama Hilal Ahmar Solo










Senin, 19 Maret 2012

PAMFLET MITQ AL MANAR


Jumat, 17 Februari 2012

Konsep Mencari Cinta (Insya Allah)


    Catatan ini bukan cerita bagaimana teori perjodohan Rasulullah dengan Khadijah, Ali dengan Fatimah, atau kisah terkini antara Abdullah Khoirul Azzam dengan Anna Althafunnisa dalam serial Ketika Cinta Bertasbih. Ini hanya teori ringan berupa beberapa konsep yang harus dibuktikan sebagai analisa bersama di zaman sekarang. Berikut konsepnya:

Senin, 30 Januari 2012

BROSUR PSB 2012/2013


Silahkan didownload

Minggu, 15 Januari 2012

PENERIMAAN SISWA BARU 2012 / 2013

        Anak adalah anugerah yang Allah beirkan kepada setiap orang tua. Disamping itu, anak adalah amanah "berat" yang Allah titipkan kepada kedua orang tua, terlebih lagi di tengah merosotnya nilai-nilai etika, moral serrta gencarnya serangan persifisme.

        Di tengah hiruk pikuknya hidup serta menipisnya generasi yang peduli dengan Islam ini, MITQ Al Manar hadir untuk mencetak generasi Qur'ani yang memadukan antara IMTAQ, IPTEK dan KETERAMPILAN serta mencetak generasi penghafal Al Qur'an sehingga lahirlah generasi yang berpengetahuan, beriman serta kreatif dalam menyambut tantangan kehidupan.

     MITQ Al Manar berusaha menumbuhkembangkan potensi anak di usia emas mereka, baik itu Kecerdasan intelektual, Kecerdasan Emosional maupun Kecerdasan Spiritual. Karena setiap anak mempunyai potensi yang layak untuk dikembangkan.

Segera daftarkan putra-putri Anda ke
MITQ AL MANAR
Jl. Raya Cawas - Pedan KM 1
Soko, Pundungsari, Trucuk, Klaten 57467
Lebih Cerdas dengan Al Qur'an