“Anak saya ini nakal sekali”
“Kamu itu memang anak nakal”
"Kamu anak kurang ajar"
“Kamu itu memang anak nakal”
"Kamu anak kurang ajar"
Kalimat
 itu sering kita dengarkan dalam kehidupan sehari-hari. Sangat sering 
kita mendengar orang tua menyebut anaknya dengan istilah nakal, padahal 
kadang maksudnya sekadar mengingatkan anak agar tidak nakal. Namun 
apabila anak secara terus menerus mendapatkan sebutan nakal, maka akan berpengaruh pada 
dirinya.
Predikat-predikat buruk memang cenderung memiliki dampak 
yang buruk pula. Nakal adalah predikat yang tak diinginkan oleh orang 
tua, bahkan oleh si anak sendiri. Namun, seringkali lingkungan telah 
memberikan predikat itu kepada si anak: kamu anak nakal, kamu anak 
kurang ajar, kamu anak susah diatur, dan sebagainya. Akibatnya, si anak 
merasa divonis.
Hindari Sebutan Nakal
Jika 
tuduhan nakal itu diberikan berulang-ulang oleh banyak orang, akan 
menjadikan anak yakin bahwa ia memang nakal. Bagaimanapun nakalnya si 
anak, pada mulanya tuduhan itu tidak menyenangkan bagi dirinya. Apalagi,
 jika sudah sampai menjadi bahan tertawaan, cemoohan, dan ejekan, akan 
sangat menggores relung hatinya yang paling dalam. Hatinya luka. Ia akan
 berusaha melawan tuduhan itu, namun justru dengan tindak kenakalannya 
yang lebih lanjut.
Hendaknya orang tua menyadari bahwa 
mengingatkan kesalahan anak tidak identik dengan memberikan predikat 
“nakal” kepadanya. Nakal itu —di telinga siapa pun yang masih waras— 
senantiasa berkesan negatif. Siapa tahu, anak menjadi nakal justru 
lantaran diberi predikat “nakal” oleh orang tua atau lingkungannya!
Mengingatkan
 kesalahan anak hendaknya dengan bijak dan kasih sayang. Bagaimanapun, 
mereka masih kecil. Sangat mungkin melakukan kesalahan karena 
ketidaktahuan, atau karena sebab-sebab yang lain. Namun, apa pun bentuk 
kenakalan anak, biasanya ada penyebab yang bisa dilacak sebagai sebuah 
bahan evaluasi diri bagi para pendidik dan orang tua.
Banyak kisah
 tentang anak-anak kecil yang cacat atau meninggal di tangan orang 
tuanya sendiri. Cara-cara kekerasan yang dipakai untuk menanggulangi 
kenakalan anak seringkali tidak tepat. Watak anak sebenarnya lemah dan 
bahkan lembut. Mereka tak suka pada kekerasan. Jika disuruh memilih 
antara punya bapak yang galak atau yang penyabar lagi penyayang, tentu 
mereka akan memilih tipe kedua. Artinya, hendaknya orang tua berpikiran 
“tua” dalam mendidik anak-anaknya, agar tidak salah dalam mengambil 
langkah.
Sekali lagi, jangan cepat memberi predikat negatif. Hal 
itu akan membawa dampak psikologis yang traumatik bagi anak. Belum tentu
 anak yang sulit diatur itu nakal, bisa jadi justru itulah tanda-tanda 
kecerdasan dan kelebihannya dibandingkan anak lain. Hanya saja, orang 
tua biasanya tidak sabar dengan kondisi ini.
Ungkapan bijak Dorothy Law Nolte dalam syair Children Learn What They Live berikut bisa dijadikan sebagai bahan perenungan,
Bila anak sering dikritik, ia belajar mengumpat
Bila anak sering dikasari, ia belajar berkelahi
Bila anak sering diejek, ia belajar menjadi pemalu
Bila anak sering dipermalukan, ia belajar merasa bersalah
Bila anak sering dimaklumi, ia belajar menjadi sabar
Bila anak sering disemangati, ia belajar menghargai
Bila anak mendapatkan haknya, ia belajar bertindak adil
Bila anak merasa aman, ia belajar percaya
Bila anak mendapat pengakuan, ia belajar menyukai dirinya
Bila anak diterima dan diakrabi, ia akan menemukan cinta.
Cara Pandang Positif
Hendaknya
 orang tua selalu memiliki cara pandang positif terhadap anak. Jika anak
 sulit diatur, maka ia berpikir bahwa anaknya kelebihan energi potensial
 yang belum tersalurkan. Maka orang tua berusaha untuk memberikan 
saluran bagi energi potensial anaknya yang melimpah ruah itu, dengan 
berbagai kegiatan yang positif. Selama ini anaknya belum mendapatkan 
alternatif kegiatan yang memadai untuk menyalurkan berbagai potensinya.
Dengan
 cara pandang positif seperti itu, orang tua tidak akan emosional dalam 
menghadapi ketidaktertiban anak. Orang tua akan cenderung introspeksi 
dalam dirinya, bukan sekadar menyalahkan anak dan memberikan klaim 
negatif seperti kata nakal. Orang tua akan lebih lembut dalam 
berinteraksi dengan anak-anak, dan berusaha untuk mencari jalan keluar 
terbaik. Bukan dengan kemarahan, bukan dengan kata-kata kasar, bukan 
dengan pemberian predikat nakal.
“Kamu anak baik dan shalih. Tolong lebih mendengar pesan ibu ya Nak”, ungkapan ini sangat indah dan positif.
“Bapak
 bangga punya anak kamu. Banyak potensi kamu miliki. Jangan ulangi lagi 
perbuatanmu ini ya Nak”, ungkap seorang bapak ketika ketahuan anaknya 
bolos sekolah.
Semoga kita mampu menjadi orang tua yang bijak 
dalam membimbing, mendidik dan mengarahkan tumbuh kembang anak-anak 
kita. Semoga Bermanfaat. 










